Wednesday, December 27, 2006

Tahun Baru

Jutaan orang, bahkan mungkin milyaran orang menunggunya. Menanti detik-detik kedatangannya. Dan ketika dia benar-benar datang, semua orang bersuka cita menyambutnya. Entah di club, di kafe, di jalanan, maupun di rumah. Semua bersorak gembira dengan datangnya Tahun Baru.

Setiap orang mengharapkan peruntungan baru, pembaruan nasib, dan sebagainya. Intinya, mengharapkan sesuatu untuk dirinya yang lebih baik dari tahun sebelumnya yang akan ditinggalkan.

Tetapi, sadarkah kita bagaimana waktu yang akan kita tinggalkan tersebut akan bersaksi atas segala perbuatan kita ketika menggunakan waktu tersebut? Sadarkah kita, bahwa dengan datangnya Tahun Baru ini, umur kita terus berkurang? Sadarkah kita akan perbuatan yang telah kita perbuat pada waktu-waktu yang telah lewat?

Entah kenapa, aku lebih suka di rumah. Duduk termenung. Merenungkan apa-apa saja yang telah kuperbuat selama setahun ini. Seberapa jauh penyimpangan-penyimpangan yang kulakukan dari shirath yang mustaqim. Dan tentu saja, hasilnya bisa dibilang banyak. Mulai dari hal kecil, hingga hal-hal besar yang kadang masih juga kuanggap remeh. Padahal, pada tahun sebelumnya, aku sudah berharap dan berusaha untuk memperbaikinya. Namun entah kenapa, masih juga sulit untuk mewujudkan harapan tersebut.

Tahun ini, aku masih tetap berharap akan terwujudnya perbaikan pada perilaku-ku sendiri. Apa-apa yang aku lakukan dan perbuat nanti. Bagaimana memulai untuk membenahi tatanan diri yang masih amburadul ini. Bagaimana meluruskan arah yang sudah serampangan ini. Dan masih banyak lagi perbaikan dan pembenahan yang ingin kulakukan.

Oh ... dan ... tentu aja. Setelah tahun-tahun kemarin selalu diwarnai kegagalan dalam mencari pendamping hidupku kelak, Semoga dalam tahun ini aku bisa menemukannya (ato mendapatkannya yah ... kayaknya udah nemu deh ... tapi ........ hmmm). Intinya gitu dah :p

Nah, bagaimana dengan anda? :)

Monday, December 25, 2006

Is She The One?


That's what i'm thinking when meet her the second time. Se isn't that great for a girl actually. But somehow, I'm always comfortable arround her.

I know her from idRO forum three years ago. Back then, we only keep in touch by sms, phone call, mail, and email. We saw each other for the first time arround four months ago.

From our first net-encounter till our real encounter, I've known some girls. But none of them can draw out my will to go all out to know them better. But she? She's different. I always want to know her more than what I know now. Always want to get closer to her. Want to support her with everything I could. Want to embrace her when she need someone to lean to.

But still, I don't know is she understand me feeling. And even if she does understand, will she accept my feeling? I don't know. But one thing I know, I'll continue to care about her everything and continue to support her till the time of our part is come.

Tuesday, November 28, 2006

Saya Bukan Pengemis

Begitulah kira-kira yang terucap oleh seorang nenek berbaju lusuh. Ketika itu, nenek tersebut sedang tiduran beralas koran di emperan toko, sekitar kurang dari jam dua siang.

Saat itu saya sedang bersilaturahmi ke rumah teman di Jogjakarta. Daerah Gentan lebih tepatnya. Memang sih lebaran sudah lewat sebulan yang lalu. Tapi yah, berhubung blognya barusan dibikin, jadilah sekarang baru dipost ^_^a

Saat itu, selepas shalat dhuhur, saya melihat seorang nenek yang sedang tiduran seorang diri di emperan toko yang sedang tutup. Sekilas, siapapun pasti mengira bahwa nenek itu termasuk salah satu pengemis. Bagaimana tidak, penampilannya memang tidak berbeda dengan pengemis-pengemis lain. Bahkan bisa dibilang lebih lusuh.

Ketika saya hampir dekat, datang sebuah mobil dan parkir dekat pengemis tersebut tidur. Rupanya keluarga pemilik mobil tersebut hendak membeli buah-buahan di seberang toko tempat pengemis tersebut tidur. Buat oleh-oleh mungkin. Karena mendengar suara mobil didekatnya, nenek tersebut terbangun. Seorang wanita, mungkin ibu dari keluarga pemilik mobil tersebut, memberikan beberapa lembar uang kepada nenek tersebut. Cukup besar untuk sekedar diberikan kepada pengemis. Tak disangka, nenek tersebut menolak. Beliau bilang, yang kira-kira kalau diartikan, "Maaf, nduk. Saya memang miskin. Saya memang gelandangan. Tapi bukan berarti saya pengemis yang bisanya cuma minta-minta", sambil mengembalikan uang tersebut kepada wanita tadi.

Saat itu saya tertegun. Bahkan seorang nenek, yang masih punya keluarga untuk dihidupi, bahkan menolak untuk dikasihani dengan diberi uang. Beliau lebih suka dibayar untuk melakukan suatu pekerjaan daripada berhutang budi pada orang lain. Begitu kontras dengan banyak orang yang masih suka mengambil hak orang lain walaupun sebenarnya kekayaan mereka lebih dari cukup. Benar-benar sebuah pelajaran berharga bagi saya agar selalu menjaga amanah berupa kewajiban sebelum menuntut hak. Bagaimana dengan anda?